Ruang Waktu Part I

0 komentar


                 Malam ini begitu sunyi. Tak ku lihat sedikit pun cahaya rembulan di singgasana langit. Begitu kelabu. Angin membawa jiwa ku berdiri dihamparan ladang gandum, bertemankan sunyi.
                Kupandangi langit yang seakan meratap melihat ku. Ia seakan tau apa yang kurasakan saat ini. Tak ku sadari, butiran mutiara murahan jatuh berkejaran menuju tanah, membasahi wajah ku. Tanpa sedikit pun komando dari ku, tiba tiba suara itu memenuhi pikiranku.
“Tuhaaaaaaan ! Aku tidak meminta untuk dilahirkan ke dunia ini. Aku juga tidak meminta untuk jadi begini !”
                Suara itu menggema kesegala penjuru, dan mengundang para tentara langit untuk singgah.  Hentaman para tentara langit itu menyisakan banyak kubangan dipermukaan tanah, sama halnya dengan kubangan yang ada dihati ku ; banyak tak terhitung.
                Aku tak berharap menjadi yang terbaik, karena aku tau aku hanyalah seorang gadis kecil yang tak berharga. Hidup ku hanya sebagai parasit, dan itu tak lebih. Aku ingin berlari, berlari ketempat paling tinggi agar kalian tidak dapat melihat ku. Biarkan aku bersama waktu memperbaiki pilunya hati ini.
******
                Cahaya mentari menusuk kelopakmata ku, memaksa ku untuk bangun dari mimpi ku malam tadi. Kubuka perlahan mata sipit ku, dan sekarang aku kembali untuk memberanikan diri ku untuk menatap dunia.
“Haaah, haruskah aku tetap hidup ?”
Aku beranjak dari ranjang peot peninggalan almarhum ayah, suara derikan itu mengisyaratkan usianya yang sudah tak lagi muda. Ku gapai radio tua pemberian sahabat ku dulu sewaktu aku duduk di sekolah dasar. Sampai detik ini,hanya itu lah barang berharga yang ku miliki. Aku tak punya apapun yang bisa ku banggakan di bumi ini. Dan aku bergegas membasuh wajahku  disungai yang letaknya tak jauh dari gubuk tempat aku tinggal.
“Kejutan apalagi yang akan diberikan Tuhan untuk ku hari ini , aku harap itu kejutan yang ku nantikan ” bisik ku sambil tersenyum pahit memandang langit .
Aku adalah seorang gadis kecil yatim piatu yang hidup sebatang kara. Ibu ku telah lama meninggalkan ku semenjak usia ku satu tahun, dan ayahku ? Ayah ku juga tak betah hidup bersama ku, dan ia memilih mengakhiri hidupnya disaat aku duduk dikelas 5 sekolah dasar. Sebenarnya aku memiliki 2 orang saudara perempuan, tapi aku tak mereka entah dimana. Karena yang ku ingat, aku hanya sendiri menangis di gubuk jelek itu saat aku tau bahwa ayah meninggalkan ku.
Aku berjuang mempertahankan hidup ku sendiri. Sendiri tanpa siapa pun. Menjalani hidup dengan diriku saja.
“Tuhaan, mengapa Engkau tetap memberi ku nyawa ??! ” pelupuk mataku basah. Dulu aku pernah berusaha untuk meninggalkan bumi ini, meninggalkan kekejaman hidup ini, tapi entah apa yang telah di rencanakan Tuhan untuk ku, aku tetap hidup hingga sekarang.
Nyambung ke part II J
  
                


Posting Komentar

Thanks udah dibaca. jangan lupa yah, tinggalin komentar nya disini buat kenang-kenangan di blog aku ;)